Menghidupkan Kebesaran Chrisye
JAKARTA, suaramerdeka.com – Risti, putri Chrisye, dan Yanti, istri Chrisye hanya mampu tersenyum haru ketika buku berjudul Chrisye; Kesan Di Mata Media, Sahabat dan Fans untuk “Memperingati Lima Tahun Kepergian Sang Legenda,” diserahkan kepadanya oleh Ferry Mursyidan Baldan, sebagai simbol secara resmi peluncuran buku itu, di Jakarta, Rabu (28/3) petang.
Buku yang ditulis dalam rangka memperingati 5 tahun kepergian Chrisye itu -sekaligus sebagai pemanasan persiapan Konser Chrisye 5 April mendatang itu-, berangkat dari ide politisi Ferry Mursyidan Baldan yang juga mengaku sebagai “die harder” Chrisye. Yang kemudian di bawah ketelitian Nini Sunny sebagai penulis, Dudut Suhendra Putra (Fotografer) dan Muller Mulyadi (grafis), jadilah buku itu.
Yang membuat istimewa buku itu, sebagaimana dikatakan Nini, penulisan buku melibatkan sejumlah wartawan yang pernah terlibat dalam proses kreatif, atau sekadar bersentuhan dengan mendiang Chrisye. Mengapa memilih wartawan sebagai narasumber? Nini menjelaskan, “Karena justru lewat wartawan dan medialah, yang menghubungkan Chrisye dengan para pencintanya,” katanya.
Selain mewawancarai sejumlah wartawan senior juga pemerhati musik, seperti Bens Leo, Remy Soetansyah, Dion Momongan, Adib Hidayat (Rolling Stone), Widiati Kamil (Kompas.com), Benny Benke (Suara Merdeka), John JS (Sinar Harapan), Ipik Tanoyo (Bali Post), Ludi Hasibuan (Kompas), Teguh Imam Suryadi (Kabar Film), Stevie Widya (Moviegoers), dan Sutrisno Boeyil (Wawasan).
Buku ini juga menghadirkan sejumlah wawancara dari sahabat dekat Chrisye seperti Ati Ganda (koregrafer Suara Mahardika), Donni Hardono (musisi, pendiri Audiensi band), Tara Sastrowardoyo (fotografer), Asyik Soegeng (pekerja seni), Gauri Nasution (grafis), dan Fariz RM (musisi).
Di luar itu, sejumlah nama lainnya, yang mengaku sebagai fans berat Chrisye seperti Pramono Anung Wibobo (Wakil Ketua DPR RI), Peter Fenmena (musisi Belanda), hingga Singo TJ (kolektor kaset), dan supir taksi juga memberikan kesaksian mereka. Nini mengatakan, dia juga tak lupa menyertakan sejumlah kutipan pemberitaan tentang Chrisye yang dia nilai mempunyai daya pemberitaan yang sangat luar biasa, dari berbagai media nasional.
Apa yang penting dari buku yang sepengakuan Nini dan Ferry sudah digagas sejak 7 tahun lalu, atau dua tahun sebelum Chrisye berpulang? “Karena kebesaran seorang Chrisye,” ujar Ferry. Dia melanjutkan, seorang legenda seperti Chrisye tidak boleh hilang dari ingatan publik. “Dia boleh meninggal karena takdir, tapi kebesarannya tidak akan pernah pergi.”
Bahkan untuk mewujudkan buku ini, sepengakuan Nini, dia pernah meminta izin langsung kepada mendiang Chrisye. Waktu itu almarhum Chrisye mengatakan kepada Nini, “Apa yang menarik dari buku itu nantinya.” Tapi, setelah melalui beberapa diskusi akhirnya dia malah diizinkan meminjam dua “kontainer” klipingan pribadi Chrisye.
Dari tumpukan kliping itu, Nini menemukan kesimpulan jika pola pemujaan kepada Chrisye tidak pernah basi, “Abadi,” katanya. Sedangkan Dudut mengatakan, mengumpulkan foto dari berbagai media di Indonesia bukan pekerjaan mudah. “Meski telah membeli beberapa foto Chrisye, tapi karena satu dan lain hal, foto itu tidak serta merta bisa dipublis,” katanya.
Sementara itu, beberapa fotografer senior seperti Firdaus Fadlil (Majalah Hai), Munadi Wijaya (Pikiran Rakyat), Yul Ardiansyah (frelancer), dan sejumlah foto dokumentasi dari Kantor Berita Antara, Kompas, Tempo, Gatra dan beberapa lainnya, turut menjadi buruan proyek buku ini.
Tak terganti
Saking pentingnya proyek buku itu, seperti dikatakan Pramono Anung -yang mengaku sebagai pengagum Chrisye dari jauh- dia sudi memberikan kesaksiannya. Dan mau meninggalkan untuk sementara kesibukannya di dunia politik. Pramono mengatakan, dia kenal mendiang Chrisye sejak lama, “Sejak zaman di (Jalan) Sriwijaya atau di komunitas Guruh Soekarno Putra,” katanya. Dari perkenalannya itu, dia menyimpulkan jika Chrisye adalah pribadi yang tak tergantikan. Dari 200 lebih lagu Chrisye, menurut Pramono, masyarakat mempunyai kenangan yang berbeda-beda, tapi bagi dia, “Lagu Malam Pertama”, dan “Andai Aku Bisa”, sangat membekas dalam di hidupnya.
Taufiq Ismail, salah satu penyair senior itu juga bersaksi. Suatu masa, katanya, dia pernah ditelpon almarhum Chrisye 15 tahun lalu. Yang memintanya dibuatkan lirik untuk sebuah lagu. “Karena yang menelpon Chrisye saya merasa tersanjung,” katanya. Singkat kata, setelah menguras fantasi, dan mencari himpunan kata-kata yang coba dilaraskan dengan lagu Chrisye, pada Minggu keempat menjelang deadline, dia merasa tidak sanggup,”Karena lagu Chrisye terlalu bagus, buat lirik saya.” Hingga akhirnya, ketika Taufik sedang membaca surat Yasin, pada malam Jumat, dia menemukan ide besar. Hingga akhirnya, lahirlah lirik lagu yang kemudian dikenal berjudul, “Ketika Tangan dan Kaki Bicara.”
Lagu yang liriknya ditulis Taufiq itu -yang biasanya menjadi lirisis sejumlah lagu milik Bimbo dan Ian Antono- akhirnya mengalami proses rekaman di Australia. Hebatnya, sepenceritaan Taufiq, Chrisye selalu menangis ketika menyanyikan lagu itu. Karena makna lagu yang ditulis Taufik, yang mengisahkan tentang hari akhir, hari pengadilan yang akan datang, “Tidak terbilang makna kedalamannya,” ujar Taufiq.
Saking berkesannya lagu itu buat Chrisye, Taufiq bahkan sempat menolak pemberian sekadar rezeki dari Chrisye, “Karena lirik lagu itu, ciptaan Allah SWT,” katanya. Tapi, lanjutnya, setelah Chrisye memberikan penjelasan lebih lanjut kepadanya, “Akhirnya setelah meminta maaf kepada Allah, honor itu akhirnya saya terima he he he,” katanya menderaikan tawa.
Bagaimana pendapat penggemar Chrisye dari Belanda bernama Peter? Sebagai penggemar berat Peter mengaku, jika dirinya menggemari lagu-lagu Chrisye setelah sang empunya meninggal dunia. “Musik Chrisye adalah musik yang masuk ke dalam hati, tidak lewat pikiran,” katanya. Bahkan sering dia mengeluarkan air mata ketika menyimak lagu-lagu Chrisye.
Sedangkan Remy Soetansyah, salah satu wartawan senior dan teman dekat Chrisye mengatakan jika dirinya, “Kehilangan kata-kata jika bercerita tentang Chrisye.” Mungkin, kata Nini, terlalu dekat dan dalam persahabatan antara Remy dan Chrisye.
Bagi Bens Leo,”Chrisye tidak tergantikan.” Bagi Yudistira Massardi? Idem dito. Lalu bagaimana kesaksian istri terkasih Chrisye, Yanti? “Chrisye sangat mencintai penggemarnya, dan menghormati media,” katanya.
(Benny Benke/CN15)
Sumber : http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/entertainmen/2012/03/29/5779/Menghidupkan-Kebesaran-Chrisye